Jumat, 04 September 2009

Hak Amil

Hak Amil.
Kendati telah disebutkan oleh dalil yang sharih, yaitu firman Allah dalam al-Qur’an surah al-Taubah ayat 60 bahwa amil itu termasuk dalam kelompok delapan sebagai penerima zakat, tetapi sebagian para ahli mempersoalkannya, apakah amil itu termasuk mustahiq, artinya dia menerima zakat itu karena memang haknya ataukah sebagai pekerja yang menerima upah dari pekerjaannya.


Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli, diantaranya al-Qasimy berpendapat bahwa amil itu tidak menerima bagian dari zakat itu sebagai mustahiq, tetapi dia mendapat bagian sebagai upah dari pekerjaannya sebagai pengumpul zakat.
Menurut al-Qurtuby bahwa ada tiga pendapat para ulama tentang hak amil yaitu :
1. Mujahid dan al-Syafi’i berpendapat bahwa yang diterima atau diberikan kepada amil itu adalah haknya sebagai salah satu dari delapan kelompok adalah seperdelapan dari hasil zakat yang terkumpul.
2. Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa amil itu mendapat upah yang wajar dari pekerjaannya. Karena Ibnu Umar dan Malik berbuat demikian. Wajar di sini berarti mencukupkan kebutuhannya yang diambil dari harta zakat itu sendiri.
3. Pendapat ketiga bahwa amil itu diberi bagian bukan dari harta zakat itu, melainkan diambilkan dari harta bait al-mal. Dan al-Qurtuby sendiri berpendapat bahwa amil itu menerima bagiannya sebagai upah.

Selanjutnya tentang mencukupi kebutuhan hidup amil itu, Ahmad dan Abu Daud, dari Mustaurid Ibnu Syadad meriwayatkan bahwa kalau dia tidak punya rumah, dibuatkan baginya rumah, bila tidak punya isteri atau belum kawin dicarikan isteri, tidak punya pembantu dicarikan pembantu dan bila tidak punya kendaraan diberikan kendaraan.

. Selanjutnya..

Pemindahan Zakat

Bolehkan Memindahkan Zakat ke Tempat Bukan Penghasil Zakat dan Apa Hukumnya ?
Pendapat yang paling masyhur yang didasarkan kepada sunnah Nabi SAW., perbuatan para Khalifah ar Rasyidin dan para sahabat Nabi bahwa zakat itu mengikuti harta, bukan mengikuti pemiliknya. Artinya zakat itu harus dibagikan di mana harta itu didapat, bukan mengikuti ke mana perginya pemilik harta. Kecuali apabila tempat harta itu didapat tidak ada lagi mustahiknya, maka boleh dipindahkan ke tempat lain.



Pendapat ulama mazhab (dikutip dari Wahbah az Zuhaily dan Yusuf Qardlawi)
1. Ulama Syafi’i berpendapat bahwa zakat itu wajib dibagikan di tempat asal zakat itu didapat, tidak boleh memindahkannya ke daerah lain yang melebihi jarak musafir (yang dibolehkan shalat qashar) selama di daerah tersebut masih terdapat orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiknya). Demikian pula pendapat ulama mazhab Hanbali, apabila zakat itu dipindahkan ke daerah lain sementara di tempat asal zakat itu masih terdapat orang yang membutuhkan, maka hukumnya berdosa

2. Menurut ulama Hanafi bahwa makruh hukumnya memindahkan zakat ke tempat lain kecuali kepada kerabat yang sangat membutuhkan karena hal itu berarti menghubungkan tali persaudaraan, atau kepada orang atau kelompok tertentu yang lebih membutuhkan daripada penduduk setempat di mana harta itu didapat.

3. Menurut ulama Maliki bahwa zakat itu wajib dibagikan di mana tempat harta didapat atau di daerah yang terdekat yang jaraknya tidak melebihi jarak musafir (yang diboleh shalat qashar). Tidak boleh membagikan ke tempat lain kecuali apabila mereka lebih fakir dan lebih membutuhkan dari daerah asal zakat tersebut.

4. Sebagian mazhab lainnya tidak membolehkan memindahkan zakat ke tempat lain yang melebihi jarak musafir walaupun hal itu dibutuhkan.
Kesimpulan
Pada dasarnya semua ulama mazhab memperketat (menetapkan) bahwa zakat itu harus dibagikan di daerah asal zakat itu sendiri, kecuali ada hal-hal atau sebab tertentu untuk mengalihkannya ke tempat lain. Menurut golonghan Syafi’i bahwa zakat itu hanya boleh dipindahkan ke tempat lain oleh petugas setelah mendapat izin dari penguasa.

. Selanjutnya..